Chairil Anwar mendapatkan julukan
"Si Binatang Jalang" yang berdasarkan pada karya puisinya yang
berjudul 'Aku'. Chairil Anwar memang telah menelurkan banyak puisi hingga
puisinya pun menjadi melegenda dan menjadi sejarah, bahkan mungkin dalam pelajaran
Bahasa Indonesia di sekolah kita sering melihat karya puisi Chairil Anwar.
Seperti yang tadi telah dikatakan bahwa kami akan memberikan beberapa puici
Chairil Anwar yang tak akan lekang oleh waktu, untuk itu lebih baik langsung
kita simak saja kumpulan puisi Chairil Anwar di bawah ini.
TAK SEPADAN
Aku kira:
Beginilah nanti
jadinya
Kau kawin, beranak dan
berbahagia
Sedang aku mengembara
serupa Ahasveros
Dikutuk-sumpahi Eros
Aku merangkaki dinding
buta
Tak satu juga pintu
terbuka
Jadi baik juga kita
padami
Unggunan api ini
Karena kau tidak ‘kan
apa-apa
Aku terpanggang
tinggal rangka
Februari 1943
AKU
Kalau sampai waktuku
‘Ku mau tak seorang
‘kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan
itu
Aku ini binatang
jalang
Dari kumpulannya
terbuang
Biar peluru menembus
kulitku
Aku tetap meradang
menerjang
Luka dan bisa kubawa
berlari
Berlari
Hingga hilang pedih
peri
Dan akan akan lebih
tidak perduli
Aku mau hidup seribu
tahun lagi
CINTAKU JAUH DI PULAU
Cintaku jauh di pulau
Gadis manis, sekarang
iseng sendiri
Perahu melancar, bulan
memancar
di leher kukalungkan
ole-ole buat si pacar
angin membantu, laut
terang, tapi terasa
aku tidak ‘kan sampai
padanya
Di air yang tenang, di
angin mendayu
di perasaan
penghabisan segala melaju
Ajal bertakhta, sambil
berkata:
“Tujukan perahu ke
pangkuanku saja.”
Amboi! Jalan sudah
bertahun kutempuh!
Perahu yang bersama
‘kan merapuh
Mengapa Ajal memanggil
dulu
Sebelum sempat
berpeluk dengan cintaku?!
Manisku jauh di pulau,
kalau ‘ku mati, dia
mati iseng sendiri.
PRAJURIT JAGA MALAM
Waktu jalan. Aku tidak
tahu apa nasib waktu ?
Pemuda-pemuda yang
lincah yang tua-tua keras,
bermata tajam
Mimpinya kemerdekaan
bintang-bintangnya
kepastian ada di
sisiku selama menjaga daerah mati ini
Aku suka pada mereka
yang berani hidup
Aku suka pada mereka
yang masuk menemu malam
Malam yang berwangi
mimpi, terlucut debu
Waktu jalan. Aku tidak
tahu apa nasib waktu!
HAMPA
kepada sri
Sepi di luar. Sepi
menekan mendesak.
Lurus kaku pohonan.
Tak bergerak
Sampai ke puncak. Sepi
memagut,
Tak satu kuasa
melepas-renggut
Segala menanti.
Menanti. Menanti.
Sepi.
Tambah ini menanti
jadi mencekik
Memberat-mencekung
punda
Sampai binasa segala.
Belum apa-apa
Udara bertuba. Setan
bertempik
Ini sepi terus ada.
Dan menanti.
YANG TERAMPAS DAN YANG
PUTUS
Kelam dan angin lalu
mempesiang diriku,
Menggigir juga ruang
di mana dia yang kuingin,
Malam tambah merasuk,
rimba jadi semati tugu
Di Karet, di Karet
(daerahku y.a.d) sampai juga deru dingin
Aku berbenah dalam
kamar, dalam diriku jika kau datang dan aku bisa lagi lepaskan kisah baru
padamu;
Tapi kini hanya tangan
yang bergerak lantang
Tubuhku diam dan
sendiri, cerita dan peristiwa berlalu beku.
RUMAHKU
Rumahku dari unggun-timbun sajak
Kaca jernih dari luar segala nampak
Kulari dari gedong lebar halaman
Aku tersesat tak dapat jalan
Kemah kudirikan ketika senjakala
Di pagi terbang entah ke mana
Rumahku dari unggun-timbun sajak
Di sini aku berbini dan beranak
Rasanya lama lagi, tapi datangnya datang
Aku tidak lagi meraih petang
Biar berleleran kata manis madu
Jika menagih yang satu
27 april 1943
Rumahku dari unggun-timbun sajak
Kaca jernih dari luar segala nampak
Kulari dari gedong lebar halaman
Aku tersesat tak dapat jalan
Kemah kudirikan ketika senjakala
Di pagi terbang entah ke mana
Rumahku dari unggun-timbun sajak
Di sini aku berbini dan beranak
Rasanya lama lagi, tapi datangnya datang
Aku tidak lagi meraih petang
Biar berleleran kata manis madu
Jika menagih yang satu
27 april 1943
DOA
kepada pemeluk teguh
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namaMu
Biar susah sungguh
mengingat Kau penuh seluruh
cayaMu panas suci
tinggal kerdip lilin di kelam sunyi
Tuhanku
aku hilang bentuk
remuk
Tuhanku
aku mengembara di negeri asing
Tuhanku
di pintuMu aku mengetuk
aku tidak bisa berpaling
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namaMu
Biar susah sungguh
mengingat Kau penuh seluruh
cayaMu panas suci
tinggal kerdip lilin di kelam sunyi
Tuhanku
aku hilang bentuk
remuk
Tuhanku
aku mengembara di negeri asing
Tuhanku
di pintuMu aku mengetuk
aku tidak bisa berpaling
PERSETUJUAN DENGAN BUNG
KARNO
Ayo ! Bung Karno kasi
tangan mari kita bikin janji
Aku sudah cukup lama
dengan bicaramu
dipanggang diatas
apimu, digarami lautmu
Dari mulai tgl. 17
Agustus 1945
Aku melangkah ke depan
berada rapat di sisimu
Aku sekarang api aku
sekarang laut
Bung Karno ! Kau dan aku satu zat satu urat
Di zatmu di zatku kapal-kapal kita berlayar
Di uratmu di uratku kapal-kapal kita bertolak & berlabuh
SAJAK PUTIH
Bersandar pada tari warna pelangi
Kau depanku bertudung sutra senja
Di hitam matamu kembang mawar dan melati
Harum rambutmu mengalun bergelut senda
Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba
Meriak muka air kolam jiwa
Dan dalam dadaku memerdu lagu
Menarik menari seluruh aku
Hidup dari hidupku, pintu terbuka
Selama matamu bagiku menengadah
Selama kau darah mengalir dari luka
Antara kita Mati datang tidak membelah…
1944
Bersandar pada tari warna pelangi
Kau depanku bertudung sutra senja
Di hitam matamu kembang mawar dan melati
Harum rambutmu mengalun bergelut senda
Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba
Meriak muka air kolam jiwa
Dan dalam dadaku memerdu lagu
Menarik menari seluruh aku
Hidup dari hidupku, pintu terbuka
Selama matamu bagiku menengadah
Selama kau darah mengalir dari luka
Antara kita Mati datang tidak membelah…
1944
SUMBER :
http://ngulas.blogspot.com/2013/06/kumpulan-puisi-chairil-anwar-lengkap.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar